TBM Resmi Masuk KBBI: Pengakuan untuk Gerakan Literasi Akar Rumput

Oleh: Hasan Achari Hrp

Apakah kamu tahu bahwa istilah “Taman Bacaan Masyarakat” kini telah resmi tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)? Ya, kata yang selama ini hanya hidup di ruang-ruang komunitas dan perbincangan para pegiat literasi, kini berdiri sejajar dengan jutaan kosakata lain yang mewakili wajah peradaban bangsa.

Bagi sebagian orang, mungkin ini sekadar penambahan satu entri dalam kamus. Namun bagi para penggerak literasi, ini sebuah penanda bahwa gerakan yang lahir dari semangat gotong royong  akhirnya diakui secara resmi dalam bahasa dan sejarah bangsa.

Penulis mencoba menelusuri kata tersebut melalui laman resmi https://kbbi.kemdikbud.go.id, situs yang dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Di sana, tertulis makna Taman Bacaan Masyarakat sebagai:

“Lembaga yang mempromosikan kebiasaan membaca dengan menyediakan ruang untuk membaca, berdiskusi, menulis, dan kegiatan serupa lainnya, dilengkapi dengan bahan bacaan seperti buku, majalah, tabloid, surat kabar, komik, serta materi multimedia lainnya, dan didukung oleh sumber daya manusia yang bertindak sebagai motivator.”

Entri taman bacaan masyarakat pada laman KBBI Daring

Definisi ini terasa hangat bagi siapa pun yang pernah merasakan atmosfer Taman Bacaan Masyarakat, tempat di mana buku tak sekadar dibaca, tetapi menjadi jembatan antara harapan dan perubahan.

Masuknya istilah Taman Bacaan Masyarakat ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bukanlah proses yang singkat. Di baliknya, tersimpan perjalanan panjang dan kerja sunyi yang mungkin tak banyak diketahui publik.

Adalah Darmawati Majid, Pengurus Pusat Forum TBM, yang pertama kali mengusulkan istilah tersebut pada 6 Juni 2023. Ia dan Forum TBM meyakini bahwa Taman Bacaan Masyarakat layak diabadikan dalam kamus nasional, bukan sekadar sebagai lembaga, tetapi sebagai simbol dari gerakan literasi berbasis masyarakat yang hidup di seluruh pelosok negeri.

Beberapa bulan kemudian, usulan itu disempurnakan pada 6 Februari 2024, lalu diperkuat kembali oleh Nur Ramadhoni Setyaningsih pada 23 Agustus 2024. Tiga tanggal penting ini bukan sekadar catatan administratif, melainkan jejak dari kesabaran, konsistensi, dan cinta terhadap gerakan membaca yang tumbuh dari akar rumput.

Dan akhirnya, tepat tanggal 14 Desember 2024, istilah Taman Bacaan Masyarakat resmi hadir di KBBI melalui proses validasi yang harus memenuhi lima kriteria utama yaitu unik (memiliki makna yang belum ada), eufonik (sedap didengar), sesuai kaidah bahasa Indonesia, tidak berkonotasi negatif, dan sering digunakan. Sebuah pengakuan yang meneguhkan makna TBM sebagai ruang yang menumbuhkan budaya membaca, menulis, berdiskusi, dan berkreasi di tengah denyut kehidupan masyarakat Indonesia.

TBM lahir dari kesadaran masyarakat bahwa akses terhadap ilmu tidak boleh bergantung pada gedung megah atau anggaran besar. Dari teras rumah, halaman, hingga sudut-sudut kampung, TBM menjadi ruang inklusif bagi siapa saja yang ingin belajar, membaca, dan tumbuh bersama.

Di sinilah anak-anak mengenal huruf pertama mereka, para ibu belajar menulis kembali, dan remaja menemukan arah mimpi. TBM bukan hanya tempat membaca buku, melainkan tempat membaca kehidupan.

Masuknya entri taman bacaan masyarakat ke KBBI bukan sekadar tambahan kata., tetapi penanda sebuah gerakan. Ia menegaskan bahwa literasi bukan lagi milik ruang formal, melainkan denyut yang hidup di tengah masyarakat.

Setiap kali kita menemukan kata “Taman Bacaan Masyarakat” dalam KBBI, sesungguhnya kita sedang membaca kisah perjuangan pegiat literasi yang percaya, bangsa besar lahir dari mereka yang mau membuka halaman, bukan hanya lembar kebijakan.

Salam Literasi!

# Membaca Bersama, Bergerak untuk Semua

1 Komentar

  1. Masya Allah, Alhamdulillah 🤲🏼😍🤗

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *